Weni Lestari, SP
Balitbangda Provinsi Jambi
Jl.R.M. Nur Atmadibrata No.5 Telanai Pura Jambi
Telp.0741 62455 Jambi
ABSTRACT
Karakter suatu masyarakat khususnya generasi muda adalah identitas masyarakat itu sendiri, dan eksistensi suatu bangsa sangat ditentukan oleh karakter yang dimiliki. Pemerintah telah sering mengkampanyekan pembentukan karakter bangsa terutama bagi generasi muda karena di tangan merekalah nasib bangsa Indonesia di masa depan. Fenomena globalisasi sebagai ancaman yang berpotensi melunturkan nilai-nilai karakter bangsa. Semua perilaku negatif generasi muda jelas menunjukkan kerapuhan karakter yang cukup parah yang salah satunya disebabkan oleh tidak optimalnya pengembangan karakter di lembaga pendidikan di samping karena kondisi lingkungan yang tidak mendukung. Pendidikan merupakan wahana yang tepat untuk menumbuhkembangkan karakter bangsa yang baik. Melalui Pendidikan dapat membangun karakter generasi muda dalam menghadapi era globalisasi. Karena di dalam pendidikan ada proses pembelajaran yang pada akhirnya diharapkan terjadi transformasi yang dapat menumbuhkembangkan karakter positif, serta mengubah watak dari yang tidak baik menjadi baik. Peran penting dari generasi muda dalam menghadapi berbagai permasalahan di era globalisasi ini adalah sebagai pembangun kembali karakter (character enabler), Pemberdaya karakter (character builders) dan Perekayasa karakter (character enginee).
Kata Kunci : Karakter bangsa, generasi muda, pendidikan, pembelajaran
ABSTRACT
The character of a community, especially the younger generation is the identity of society itself, and the existence of a nation is largely determined by the character they have. The government has often campaigned for the formation of national character, especially for the younger generation because the fate of Indonesia in their hands. The phenomenon of globalization as a threat potentially diluting the values of the nation's character. All young people negative behavior clearly demonstrates the fragility of the characters are quite severe, one of which is not optimal due to the character development in educational institutions in addition to environmental conditions are not favorable. Education is the right vehicle to foster good character of the nation. Education can build character through the younger generation in the era of globalization. Because in education there is a learning process that eventually is expected to occur transformation can develop positive character, as well as changing the character of which is not good to be good. An important role of youth to face the various problems in this era of globalization is as character builders, empowering character and engineers character.
Keywords: Character of the nation, youth, education, learning
LATAR BELAKANG
Eksistensi suatu bangsa sangat ditentukan oleh karakter yang dimiliki. Hanya bangsa yang memiliki karakter kuat yang mampu menjadikan dirinya sebagai bangsa yang bermartabat dan disegani oleh bangsa-bangsa lain. Oleh karena itu menjadi bangsa yang berkarakter adalah impian bangsa Indonesia.
Meskipun sudah bukan barang baru lagi, namun harus diakui bahwa fenomena globalisasi adalah dinamika yang paling strategis dan membawa pengaruh dalam tata nilai dari berbagai bangsa termasuk bangsa Indonesia. Sebagian kalangan menganggapnya sebagai ancaman yang berpotensi untuk menggulung tata nilai dan tradisi bangsa kita dan menggantinya dengan tata nilai pragmatisme dan popularisme asing.1
Di era globalisasi yang tidak dapat menahan derasnya arus informasi dari dunia manapun membuat generasi muda dapat dengan mudah mengetahui dan menyerap informasi dan budaya dari negara lain, demikian sebaliknya negara manapun dapat dengan mudah mendapatkan segala bentuk informasi dan budaya dari negara kita, disinilah karakter bangsa diperlukan karena apabila karakter bangsa tidak kuat maka globalisasi akan melindas generasi muda kita. Generasi muda diharapkan dapat berperan menghadapi berbagai macam permasalahan dan persaingan di era globalisasi yang semakin ketat sekarang ini.
Untuk membentengi generasi muda khususnya pelajar agar tidak terlindas oleh arus globalisasi maka diperlukan pembangunan karakter yang kuat. Membangun karakter tidaklah segampang membalikkan telapak tangan, meskipun tidak mudah tetapi membangun karakter sangat penting dan diharapkan dapat berhasil dimasa mendatang.
Pembangunan karakter memang sangat penting sekali karena pada jaman modern ini banyak sekali godaan dan tantangan, apalagi bagi generasi muda yang merupakan komponen bangsa Indonesia yang paling rentan dalam menghadapi terpaan arus globalisasi. Karena bagaimanapun generasi muda kita adalah cerminan karakter bangsa Indonesia. Apabila generasi muda kita tidak menjunjung tinggi nilai dan norma menurut falsafah Pancasila maka dapat dikatakan karakter bangsa kita memudar dan hilang, bila karakter suatu bangsa hilang maka tidak ada lagi nama bangsa Indonesia di peta dunia.
Dewasa ini karakter bangsa kita dipandang sebelah mata oleh negara lain, bahkan banyak orang-orang Indonesia tidak mau mengakui bahwa dirinya berasal dari Indonesia, mereka malu menjadi orang Indonesia. Hal ini mereka akui karena banyaknya kasus yang terjadi di Indonesia. Mereka takut negara lain memandang mereka berasal dari negara teroris, atau negara para koruptor, negara yang memiliki segalanya tetapi tidak mampu mengolah sumber daya alamnya, negara bodoh, negara penonton, negara majemuk yang masyarakatnya sering ricuh antar etnis, mementingkan diri sendiri dan sukunya tanpa mempedulikan orang lain, kasus korupsi, kolusi dan nepotisme, atau negara yang tidak memiliki kualitas dalam bidang apapun.
Kita sangat prihatin melihat kondisi moral para pelajar sekarang ini jika dibandingkan beberapa tahun yang silam. Dahulu kita sangat menghormati guru, contoh kecil kita melihat guru saja sudah merasa segan, kita membungkukkan badan jika berjalan di depan guru tetapi anak-anak jaman sekarang mereka hanya lewat saja tanpa ada basa-basi sedikitpun kepada gurunya. Pelajar tidak menyadari bahwa guru adalah orang tua bagi mereka jika berada di sekolah. Sedangkan dengan orang tuanya pun mereka sudah tidak hormat apalagi dengan guru yang telah berjasa membuat mereka berpengetahuan.
Begitu juga pemakaian bahasa Indonesia yang tidak diterapkan secara baik dan benar, hal ini juga mencerminkan pudarnya karakter suatu bangsa. Padahal kita menginginkan bahasa Indonesia dapat dikenal dan dipelajari oleh negara lain tetapi kita sendiri sudah jarang mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Pelajar kita merasa lebih bangga bila menggunakan bahasa asing dibandingkan bahasa persatuan Indonesia.
Kita mungkin sadar dan mengetahui ada pelajar yang tidak hafal lagu Indonesia Raya dan lagu nasional lainnya, atau tidak hafal Pancasila yang hanya terdiri dari 5 sila berisi pandangan hidup bangsa Indonesia, tidak mengetahui nama-nama Pahlawan nasional, tidak mengetahui sejarah bagaimana pejuang kemerdekaan berusaha mati-matian mengorbankan jiwa raga demi menghapuskan penjajahan di bumi Indonesia. Mereka sudah terbiasa untuk mendapatkan sesuatu dengan mudah dan instan tanpa ada usaha dan pengorbanan ditambah lagi dengan sifat manja yang terus membuat mereka berbuat semaunya sendiri.
Contoh lainnya kita dapat melihat maraknya kasus tawuran dan narkoba yang banyak melibatkan generasi muda khususnya pelajar kita. Mereka bersugesti dengan tawuran dan narkoba mereka dapat menunjukkan kekuasaan dan kekuatan mereka. Mereka ingin dianggap sebagai generasi yang kuat tetapi cara yang mereka tempuh salah. Mereka dapat dengan mudah diprovokasi apalagi dengan mengkonsumsi narkoba membuat mereka hilang kesadaran dan akal sehat. Fakta lainnya remaja putri jaman sekarang memakai pakaian minim yang notabene merupakan budaya barat yang sangat bertentangan dengan nilai karakter bangsa kita.
Sejumlah tindakan pelajar yang kurang baik itu menunjukkan indikasi lunturnya nilai-nilai karakter bangsa. Karakter bangsa semakin luntur, tidak hanya pada generasi muda saja tetapi pejabat negara yang menjadi contoh teladan pun juga sudah mulai terkikis karakternya. Banyak diantaranya terlibat kasus Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN), penyuapan, kasus narkoba, video mesum dan lain-lain. Bila hal ini dibiarkan terus menerus maka karakter bangsa akan menjadi pudar dan lama kelamaan akan hilang.
Pemerintah telah sering mengkampanyekan pembentukan karakter bangsa terutama bagi generasi muda karena di tangan merekalah nasib bangsa Indonesia di masa depan. Kita juga sering mendengar perlunya kepribadian yang kuat, pantang menyerah, dan berbagai karakter positif lainnya ditanamkan ke generasi muda kita sehingga dapat sejajar dengan bangsa lain di dunia.
Namun pada kenyataannya kondisi yang kita hadapi sekarang menunjukkan bahwa era globalisasi telah menempatkan generasi muda Indonesia pada posisi yang berada di tengah-tengah derasnya arus informasi dan teknologi yang sedemikian bebas. Sadar atau tidak kita sadari nilai-nilai asing telah memberi pengaruh langsung maupun tidak langsung kepada generasi muda. Walaupun tidak semua nilai-nilai asing itu memberikan dampak negatif bagi generasi muda, tetapi jika kita tidak jeli mengantisipasi, bukan tidak mungkin bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang bermental lemah yang dapat dengan mudah dikendalikan oleh bangsa lain.
Salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pencerdasan kehidupan bangsa dapat berhasil melalui pendidikan yang baik. Dalam pidatonya Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono2 mengatakan untuk mencapai peradaban yang maju dipastikan rakyat bisa mengenyam pendidikan yang baik. Hal ini tidaklah berlebihan karena dengan mendapatkan pendidikan yang baik kita akan mengubah prilaku kita menjadi lebih baik.
Dengan adanya kebijakan Pemerintah Pusat menggalakkan pendidikan karakter dengan upaya untuk mengembalikan moral generasi muda atau pelajar yang sudah mulai memudar. Kita berharap dengan adanya pendidikan karakter yang dikampanyekan oleh pemerintah setidaknya dapat merubah tingkah laku pelajar agar bertata krama yang lebih baik, mempunyai budi pekerti yang luhur dari sebelumnya.
Pendidikan yang baik tidak hanya sekedar memberikan ilmu pelajaran saja kepada pelajar tetapi yang lebih penting adalah dapat mengubah atau membentuk karakter dan prilaku seseorang agar menjadi lebih baik dalam kehidupan sehari-hari. Itulah jawaban dari mentalitas generasi muda saat ini.
Dalam menghadapi era globalisasi, pendidikan sangat diperlukan untuk membangun karakter bangsa. Baik itu dari pendidikan formal, informal maupun non formal. Semua pendidikan intinya adalah membawa perubahan karakter menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.
Sehubungan dengan hal tersebut, Karakter bangsa masih dapat diselamatkan dan ditumbuh kembangkan melalui pembelajaran yang kontinyu. Proses pembelajaran membawa siswa kepada sosok generasi bangsa yang tidak sekedar memiliki pengetahuan, tetapi juga memiliki moral yang mencerminkan nilai-nilai luhur yang tertanam dalam benak siswa. Seiring denga era globalisasi dan kemajuan dunia informasi, bangsa indonesia tengah dilanda krisis nilai-nilai luhur yang menyebabkan martabat bangsa Indonesia dinilai rendah oleh bangsa lain. Oleh karena itu, karakter bangsa Indonesia saat ini perlu dibangun kembali.
RUMUSAN MASALAH
Sejauh mana pendidikan dapat membangun karakter bangsa yang dicerminkan oleh pelajar Indonesia dan bagaimana peran pelajar dalam menghadapi berbagai macam permasalahan dan persaingan di era globalisasi sekarang ini.
TUJUAN PENULISAN
Untuk melihat sejauh mana pendidikan dapat membangun karakter bangsa dan sejauh mana peran pelajar dalam menghadapi berbagai macam permasalahan dan persaingan di era globalisasi sekarang ini.
PEMBAHASAN
Harus diakui bahwa sorotan terhadap karakter bangsa saat ini telah semakin mengemuka, Pemerintah semakin gencar mengkampenyekan pendidikan karakter di sekolah setidaknya dapat merubah tingkah laku pelajar agar bertata krama yang lebih baik, mempunyai budi pekerti yang luhur dari sebelumnya.
Sorotan itu tidak terlepas dari fenomena globalisasi saat ini, sebuah kondisi dimana mau tidak mau atau suka tidak suka, kita harus memberikan peluang dan akses yang sama kepada segala pihak, termasuk pihak asing, untuk ikut terlibat dalam berbagai percaturan nasional maupun regional di berbagai bidang, berikut segala konsekuensinya.
Tampaknya tidak berlebihan jika bangsa Indonesia selama ini digambarkan sebagai bangsa yang mengalami penurunan kualitas karakter bangsa. Mulai dari masalah gontok-gontokan, kurang kerja sama, lebih suka mementingkan diri sendiri, golongan atau partai, sampai kepada bangsa yang sarat dengan korupsi, kolusi dan nepotisme. Persoalan ini muncul karena lunturnya nilai-nilai karakter bangsa yang diakui kebenarannya secara universal.3
Karakter bangsa yang dimaksudkan adalah keseluruhan sifat yang mencakup perilaku, kebiasaan, kesukaan, kemampuan, bakat, potensi, nilai-nilai, dan pola pikir yang dimiliki oleh sekelompok manusia yang mau bersatu, merasa dirinya bersatu, memiliki kesamaan nasib, asal, keturunan, bahasa, adat dan sejarah bangsa. Sekurang-kurangnya ada 17 nilai karakter bangsa yang diharapkan dapat dibangun oleh bangsa Indonesia. Adapun nilai-nilai karakter bangsa yang dimaksud adalah iman, taqwa, berakhlak mulia, berilmu/berkeahlian, jujur, disiplin, demokratis, adil, bertanggung jawab, cinta tanah air, orientasi pada keunggulan, gotong-royong, sehat, mandiri, kreatif, menghargai dan cakap.3
Pembangunan karakter bangsa adalah upaya sadar untuk memperbaiki, meningkatkan seluruh perilaku yang mencakup adat istiadat, nilai-nilai, potensi, kemampuan, bakat dan pikiran bangsa Indonesia.3
Keinginan menjadi bangsa yang berkarakter sesungguhnya sudah lama tertanam pada bangsa Indonesia. Para pendiri negara menuangkan keinginan itu dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-2 dengan pernyataan yang tegas, “…mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”. Para pendiri negara menyadari bahwa hanya dengan menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmurlah bangsa Indonesia menjadi bermartabat dan dihormati bangsa-bangsa lain.4
Semangat untuk menjadi bangsa yang berkarakter ditegaskan oleh Soekarno dengan mencanangkan nation and character building dalam rangka membangun dan mengembangkan karakter bangsa Indonesia guna mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Secara spesifik Soekarno menegaskan dalam amanat Pembangunan Semesta Berencana tentang pentingnya karakter ini sebagai mental investment, yang mengatakan bahwa kita jangan melupakan aspek mental dalam pelaksanaan pembangunan dan mental yang dimaksud adalah mental Pancasila.4
Pada masa orde baru, keinginan untuk menjadi bangsa yang bermartabat tidak pernah surut. Mantan presiden Soeharto, sebagai pemimpin orde baru, menghendaki bangsa Indonesia senantiasa bersendikan pada nilai-nilai Pancasila dan ingin menjadikan warga negara Indonesia menjadi manusia Pancasila melalui penataran P-4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). 4
Pada masa reformasi keinginan membangun karakter bangsa terus berkobar bersamaan dengan munculnya euforia politik sebagai dialektika runtuhnya rezim orde. Keinginan menjadi bangsa yang demokratis, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), menghargai dan taat hukum adalah beberapa karakter bangsa yang diinginkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Namun, kenyataan yang ada justeru menunjukkan fenomena yang sebaliknya, banyak terjadi konflik yang disertai dengan kekerasan dan kerusuhan muncul di mana-mana.4
Menurut Antropolog dari Universitas Indonesia, Prof. Achmad Fedyiani Saifuddin berpendapat bahwa karakter suatu masyarakat khususnya generasi muda adalah identitas masyarakat itu sendiri, yang diekspresikan dan dipancarkan dari kebudayaan masyarakat.5
Presiden Director ESQ, Ary Ginanjar Agustian mengaku prihatin kondisi moral masyarakat yang sudah mengkhawatirkan. Krisis moral tidak hanya terjadi pada masyarakat tetapi juga menimpa penyelenggara negara. Menurutnya semua itu terjadi karena tidak fokus dalam pembangunan karakter bangsa, oleh sebab itu ESQ melaporkan permasalahan itu ke MPR dan mengharapkan kerjasama dalam mengatasi permasalahan moral bangsa tersebut.6
Ada tujuh budi utama yang mencerminkan karakter bangsa Indonesia menurut Ary Ginanjar yaitu jujur, tanggung jawab, visioner, disiplin, kerjasama, adil dan peduli yang harus dilandasi dengan empat pilar bangsa yaitu pancasila, NKRI, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika. ESQ mencanangkan Indonesia Emas 2020 yaitu bangsa yang bermoral dengan nilai tujuh budi utama dan akan menghasilkan generasi terbaik.
Prof. Dr. Meutia Hatta Swasono, antropolog dan Guru Besar Tetap Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UI mengungkapkan, pada jaman sekarang perhatian anak muda hanya terpusat kepada pembangunan ekonomi dengan orientasi ke fisik. Dengan karakter demikian tak mengherankan apabila di kalangan anak muda tumbuh subur sifat-sifat materialisme, praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta berbagai jenis perilaku tidak terpuji lainnya. Meutia mengatakan, karakter anak muda saat ini sudah abai dari pembangunan kemanusiaan.3 Dia menyoroti berbagai sisi kehidupan manusia yang selama ini luput dari pembangunan karakter, jiwa dan raga manusia.3
Cepat atau lambat jika kita merasa bertanggung jawab untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa dalam semua sektor kehidupan berbangsa dan bernegara, mulai dari penegak hukum, jaksa, polisi, hakim serta dunia pendidikan, mulai dari guru, mahasiswa hingga tingkat Sekolah Dasar.
Untuk membangun karakter bangsa, haruslah dimulai dari lingkup yang terkecil. Khususnya di sekolah, kita menganalogikan proses pembelajaran di sekolah dengan proses kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan nilai-nilai tersebut di atas dapat dilaksanakan melalui pembelajaran. Tentu saja pembelajaran yang dapat mengadopsi semua nilai-nilai karakter bangsa yang akan dibangun.
Para pendidik sedini mungkin harus menyisipkan nilai-nilai karakter bangsa. Nilai-nilai karakter ini bisa ditanamkan dalam pembelajaran dan juga dalam kegiatan ekstrakurikuler seperti kegiatan pramuka, haiking, penghijauan, olah raga, dan lain-lain. Karena di sekolah, melalui wahana itulah kita dapat membangun karakter bangsa.
Keprihatinan dengan perilaku generasi muda khususnya pelajar cukup membuat resah hati. Sopan santunnya sangat kurang, rasa hormat terhadap yang lebih tua juga sudah terkikis, bahkan terhadap orang tua sendiri sewenang-wenang, sering terlibat aksi tawuran antar pelajar dan antarmahasiswa. Bentuk kenakalan lain yang dilakukan pelajar dan mahasiswa adalah meminum minuman keras, pergaulan bebas, dan penyalahgunaan narkoba.
Fenomena lain yang mencoreng citra pelajar adalah dan lembaga pendidikan adalah maraknya ‘gang pelajar’ dan ‘gang motor’. Perilaku mereka bahkan seringkali menjurus pada tindak kekerasan (bullying) yang meresahkan masyarakat dan bahkan tindakan kriminal seperti pemalakan, penganiayaan, bahkan pembunuhan. Semua perilaku negatif di kalangan pelajar dan mahasiswa tersebut atas, jelas menunjukkan kerapuhan karakter yang cukup parah yang salah satunya disebabkan oleh tidak optimalnya pengembangan karakter di lembaga pendidikan di samping karena kondisi lingkungan yang tidak mendukung.4
Di kalangan pelajar dan mahasiswa penggerusan moral ini tidak kalah memprihatinkan. Kebiasaan ‘mencontek’ pada saat ulangan atau ujian masih dilakukan. Keinginan lulus dengan cara mudah dan tanpa kerja keras pada saat ujian nasional menyebabkan mereka berusaha mencari jawaban dengan cara tidak beretika. Mereka mencari ‘bocoran jawaban’ dari berbagai sumber yang tidak jelas. Apalagi jika keinginan lulus dengan mudah ini bersifat institusional karena direkayasa atau dikondisikan oleh pimpinan sekolah dan guru secara sistemik. Pada mereka yang tidak lulus, ada di antaranya yang melakukan tindakan nekat dengan menyakiti diri atau bahkan bunuh diri. Perilaku tidak beretika juga ditunjukkan oleh mahasiswa. Plagiarisme atau penjiplakan karya ilmiah di kalangan mahasiswa juga masih bersifat massif. Bahkan ada yang dilakukan oleh mahasiswa program doktor. Semuanya ini menunjukkan kerapuhan karakter di kalangan pelajar dan mahasiswa.
Kondisi yang memprihatinkan itu tentu saja menggelisahkan semua komponen bangsa, termasuk presiden Republik Indonesia. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memandang perlunya pembangunan karakter saat ini. Presiden menyatakan, “Pembangunan karakter (character building) amat penting. Kita ingin membangun manusia Indonesia yang berakhlak, berbudi pekerti, dan mulia. Bangsa kita ingin pula memiliki peradaban yang unggul dan mulia. Peradaban demikian dapat kita capai apabila masyarakat kita juga merupakan masyarakat yang baik (good society). Dan, masyarakat idaman seperti ini dapat kita wujudkan manakala manusia-manusia Indonesia merupakan manusia yang berakhlak baik, manusia yang bermoral, dan beretika baik, serta manusia yang bertutur dan berperilaku baik pula”.
Untuk itu perlu dicari jalan terbaik untuk membangun dan mengembangkan karkater manusia dan bangsa Indonesia agar memiliki krakter yang baik, unggul dan mulia. Upaya yang tepat untuk itu adalah melalui pendidikan, karena pendidikan memiliki peran penting dan sentral dalam pengembangan potensi manusia, termasuk potensi mental.
Melalui pendidikan diharapkan terjadi transformasi yang dapat menumbuhkembangkan karakter positif, serta mengubah watak dari yang tidak baik menjadi baik. Ki Hajar Dewantara dengan tegas menyatakan bahwa “pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect), dan tubuh anak. Jadi jelaslah, pendidikan merupakan wahana utama untuk menumbuhkembangkan karakter yang baik. Di sinilah pentingnya pendidikan karakter.
Pendidikan karakter sebenarnya bukan hal yang baru. Sejak awal kemerdekaan, masa orde lama, masa orde baru, dan masa reformasi sudah dilakukan dengan nama dan bentuk yang berbeda-beda. Namun hingga saat ini belum menunjukkan hasil yang optimal, terbukti dari fenomena sosial yang menunjukkan perilaku yang tidak berkarakter sebagaimana disebut di atas.
Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional telah ditegaskan bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Namun tampaknya upaya pendidikan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan dan institusi pembina lain belum sepenuhnya mengarahkan dan mencurahkan perhatian secara komprehensif pada upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Di tengah kegelisahan yang menghinggapi berbagai komponen bangsa, sesungguhnya terdapat beberapa lembaga pendidikan atau sekolah yang telah melaksanakan pendidikan karakter secara berhasil dengan model yang mereka kembangkan sendiri-sendiri. Mereka inilah yang menjadi best practices dalam pelaksanaan pendidikan karakter di Indonesia. Namun, hal itu tentu saja belum cukup, karena berlangsung secara sporadis atau parsial dan pengaruhnya secara nasional tidak begitu besar. Oleh karena itu perlu ada gerakan nasional pendidikan karakter yang diprogramkan secara sistemik dan terintegrasi. Hal ini sejalan dengan kebijakan pemerintah tentang Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa.
Lingkungan sekolah dengan segala bebannya memang harus mulai mengajarkan pendidikan moral. Kendati Pendidikan moral disekolah telah lama menjadi mata pelajaran wajib di tingkat Sekolah Dasar hingga sekolah lanjutan, ditambah lagi dengan pelajaran agama dan budi pekerti tetapi pada hasilnya masih belum membentuk karakter luhur para pelajar kita. Pelajar kita hanya mengetahui dan menghafal pelajaran tanpa mengimplementasikan dan mengamalkan nilai-nilai luhur dari pendidikan moral tersebut. Dengan demikian mereka hanya tahu teori saja tetapi tidak memahami maksud dari pembelajaran itu.
Sekolah sebagai institusi pendidikan tempat menempah moral bangsa sebaiknya memiliki komitmen untuk membangun karakter bangsa. Ini akan mudah apabila pendidikan karakter mulai diterapkan sejak usia dini agar tertanam nilai-nilai moral hingga dewasa sehingga anak-anak itu sudah bisa membedakan mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan. Dengan demikian penyiapan mutu pendidikan yang baik dan generasi penerus yang pantang menyerah dapat dicapai di kemudian hari jika dari usia dini sudah mendapatkan pendidikan karakter yang tepat sesuai dengan tingkatan umur dan perkembangan psikologi anak.
Sesuai dengan fungsi pendidikan nasional, pendidikan karakter dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara lebih khusus pendidikan karakter memiliki tiga fungsi utama, yaitu :
- Pembentukan dan pengembangan
Potensi pendidikan karakter berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi manusia atau warga Negara Indonesia agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup Pancasila
- Perbaikan dan Penguatan
Pendidikan karakter berfungsi memperbaiki karaker manusia dan warga Negara Indoneisa yang bersifat negative dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi manusia atau warga Negara menuju bangsa yang berkarakter, maju, mandiri dan sejahtera.
- Penyaring
Pendidikan karakter bangsa berfungsi memilah nilai-nilai budaya bangsa sendiri dan menyaring nilai-nilai budaya bangsa lain yang positif untuk menjadi karakter manusia dan warga Negara Indonesia agar menjadi bangsa yang bermartabat.
Pendidikan karakter meliputi dan berlangsung pada :
Pendidikan karakter pada pendidikan formal berlangsung pada lembaga pendidikan TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, MAK dan Perguruan Tinggi melalui pembelajaran, kegiatan ko dan ekstrakurikuler, penciptaan budaya satuan pendidikan, dan pembiasaan. Sasaran pada pendidikan formal adalah peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan.
Pada pendidikan nonformal pendidikan karakter berlangsung pada lembaga kursus, pendidikan kesetaraan, pendidikan keaksaraan, dan lembaga pendidikan nonformal lain melalui pembelajaran, kegiatan ko dan ekstrakurikuler, penciptaan budaya satuan pendidikan, dan pembiasaan. Sasaran pada pendidikan nonformal adalah peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan.
Pendidikan karakter pada pendidikan informal berlangsung pada keluarga yang dilakukan oleh orangtua dan orang dewasa lain terhadap anak-anak yang menjadi tanggungjawabnya.
Pendidikan karakter pada pendidikan informal berlangsung pada keluarga yang dilakukan oleh orangtua dan orang dewasa lain terhadap anak-anak yang menjadi tanggungjawabnya.
Namun tampaknya upaya pendidikan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan dan institusi pembina lain belum sepenuhnya mengarahkan dan mencurahkan perhatian secara komprehensif pada upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Dalam pendidikan, membangun karakter bangsa mencakup upaya untuk mencapai suatu proses internalisasi pengetahuan yang kemudian dapat berlanjut sampai dengan terjadinya suatu perubahan. Disini diperlukan adanya perubahan dari segenap komponen bangsa ini untuk sanggup melakukan pergantian atau perubahan setelah menjalani setiap proses pembelajaran.
Dalam dunia pendidikan, keberhasilan pendidikan bukan diukur dari tercapainya target akademis siswa, tetapi lebih kepada proses pembelajaran sehingga dapat memberikan perubahan sikap dan perilaku kepada siswa. Masih banyak guru-guru yang menyatakan bahwa keberhasilan pendidikan hanya diukur dari tercapainya target akademis siswa, karena sebagian mereka mengajar dengan orientasi bahwa siswa harus mendapatkan nilai yang bagus sehingga dapat dianggap siswa atau guru itu telah berhasil melaksanakan pendidikan.
Jika tidak ada pembelajaran dalam pendidikan, maka hasilnya akan seperti sebelumnya, dalam arti kata tidak ada perubahan. Kita menginginkan adanya proses pembelajaran yang dapat memberikan perubahan atau dampak positif pada perilaku dan sikap pelajar kita sehingga mereka tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan secara akademik tetapi mereka dapat membentuk karakter yang kuat bagi dirinya.
Belum terlambat untuk menyelamatkan karakter bangsa kita yang sudah terpuruk sekarang ini asal semua komponen bangsa mau dan mampu berupaya untuk membangun kembali karakter bangsa melalui pendidikan yang menginginkan adanya pembelajaran dalam pendidikan tersebut. Dengan pembelajaran yang kontinyu akan mendorong kemandirian dan kebebasan siswa dalam berkreativitas sehingga dapat melahirkan calon penerus yang lebih berkarakter dan bermoral.
Karakter bangsa ini ditentukan oleh pelajar kita nantinya. Seluruh komponen bangsa juga turut mendukung upaya pembangunan karakter ini. Upaya Pembangunan karakter ini dapat ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Dari Faktor internal adalah kemauan pelajar untuk membentuk karakter positif pada dirinya sendiri, apalagi jika dilakukan sejak usia dini. Sedangkan faktor eksternal meliputi sekolah, lingkungan, ekonomi, tayangan televisi, pendidikan yang tidak berkualitas, dan lain-lain.
- Pendidikan sekolah yang menggencarkan pelajaran agama, kewarganegaraan dan budi pekerti.
- Faktor lingkungan yang kondusif untuk membentuk karakter positif mereka.
- Ekonomi, dengan ekonomi yang tidak mencukupi orang tua cenderung acuh tak acuh terhadap pendidikan anaknya, selain itu karena keterbatasan ekonomi anak tersebut tidak bisa masuk sekolah yang bagus.
- Tayangan televisi yang berkualitas bagi pembentukan karakter anak. Seringnya tontonan yang tidak mendidik sedikit banyak akan membentuk karakter anak tersebut,
- Pendidikan yang berkualitas, tidak mutlak pada sekolah-sekolah mahal saja tetapi juga output yang dihasilkan berupa siswa yang berkualitas tidak hanya pandai akademis tetapi juga berakhlak, memiliki mental kepribadian yang kuat, bersemangat, ulet, pantang menyerah, disiplin, inovatif dan bekerja keras untuk dapat menjadikan bangsanya menjadi bangsa yang memiliki daya saing tinggi dan dapat sejajar dengan bangsa lain.
Pembangunan karakter dalam bentuk apapun akan memberikan perubahan apabila pendidikan yang dilaksanakan menerapkan adanya proses pembelajaran yang berpotensi semakin tingginya daya saing bangsa dan lebih bermartabat di mata Internasional.
Upaya penanaman nilai-nilai karakter bangsa sebenarnya sudah dimulai sejak dicetuskannya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila yang secara implisit ada kesamaan antara nilai-nilai pada butir-butir Pancasila dengan nilai-nilai karakter bangsa.3
Jika kita perhatikan hampir satu dekade kita tidak pernah melaksanakan penataran P-4 pada setiap momen baik itu pelatihan, pendidikan maupun ketika memasuki sekolah lanjutan. Jika dibandingkan dengan jaman dulu paling tidak kita sedikit hafal butir-butir pancasila dan lain sebagainya. Sedangkan sekarang tidak ada lagi penataran seperti itu bahkan jika ditanyakan kepada pelajar sekarang, bukan tidak mungkin mereka pernah mendengar istilah P-4 berikut kepanjangannya.
Pendidikan Karakter yang terpenting dimulai dari seorang ibu. Betapapun kuatnya pengaruh sekolah formal,informal, dan non formal, ibulah yang menanamkan nilai-nilai yang diperlukan dalam kehidupan. Ibu mengajarkan semangat juang dan pantang menyerah. Selain ibu, faktor lingkungan seperti rumah yang nyaman dan kondusif adalah tempat yang paling tepat bagi seorang anak untuk menumbuhkan rasa percaya diri, berdaya saing dan beradab. Setidaknya itulah yang disampaikan oleh Mantan Menteri Pertahanan Nasional Prof. Dr. Juwono Sudarsono pada seminar” Peranan Pendidikan dalam Pembangunan Karakter Bangsa” 7
Peran generasi muda khususnya pelajar sangat berat untuk membangun karakter bangsa apalagi di era globalisasi sekarang ini. Maraknya kasus-kasus yang menimpa generasi muda adalah dampak negatif globalisasi.
Dalam menghadapi kondisi tersebut, karakter bangsa yang kuat sangat diperlukan, maka dituntut peran penting dari generasi muda, khususnya perannya sebagai character enabler, character builders dan character engineer.3 Tiga peran itu adalah :
- Sebagai Pembangun kembali karakter bangsa (Character builder).
Di tengah-tengah derasnya arus globalisasi, peran ini tentunya sangat berat, namun esensinya adalah adanya kemauan keras dan komitmen dari generasi muda untuk menjunjung nilai-nilai moral untuk menginternalisasikannya pada aktifitas sehari-hari.
- Sebagai Pemberdaya karakter (Character enabler)
Peran ini juga tidak kalah beratnya, selain kemauan kuat dan kesadaran kolektif dengan kohesivitas tinggi, masih dibutuhkan adanya kekuatan untuk terlibat dalam masyarakat maupun di tempat asing.
- Sebagai perekayasa karakter (Character engineer)
Peran ini menuntut generasi muda untuk terus melakukan pembelajaran, adanya modifikasi dan rekayasa yang tepat disesuaikan dengan perkembangan jaman. Peran generasi muda dalam hal ini sangat diharapkan oleh bangsa, karena ditangan merekalah proses pembelajaran adaptif dapat berlangsung dalam kondisi yang paling produktif.
Menghadapi globalisasi, karakter generasi muda harus lebih meningkatkan pembangunan budi pekerti dan sikap menghormati dan harus mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Menteri Pendidikan Nasional, Mohammad Nuh menegaskan, bahwa “tidak ada yang menolak tentang pentingnya karakter, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana menyusun dan menyistemasikan, sehingga anak-anak dapat lebih berkarakter dan lebih berbudaya”.
Meskipun begitu generasi muda nantinya masih memerlukan dukungan dari pemerintah maupun komponen bangsa lainnya, namun esensi utamanya tetap pada peran generasi muda. Hal tersebut selain karena generasi muda masih berada dalam puncak produktifitasnya, juga karena generasi muda adalah komponen bangsa yang paling strategis posisinya dalam memainkan proses transformasi karakter dan tata nilai di tengah-tengah derasnya liberalisasi informasi era globalisasi.
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
1 Pendidikan merupakan wahana yang tepat untuk menumbuhkembangkan karakter bangsa yang baik. Melalui Pendidikan dapat membangun karakter generasi muda dalam menghadapi era globalisasi. Karena di dalam pendidikan ada proses pembelajaran yang pada akhirnya diharapkan terjadi transformasi yang dapat menumbuhkembangkan karakter positif, serta mengubah watak dari yang tidak baik menjadi baik.
2 Peran penting dari generasi muda dalam menghadapi berbagai permasalahan di era globalisasi ini adalah sebagai pembangun kembali karakter (character enabler), Pemberdaya karakter (character builders) dan Perekayasa karakter (character enginee).
SARAN
- Membangun karakter bangsa melalui pendidikan diharapkan menjadi kegiatan-kegiatan diskusi, simulasi, dan penampilan berbagai kegiatan sekolah untuk itu pendidik diharapkan lebih aktif dalam pembelajarannya.
- Lingkungan sekolah yang kondusif membantu membangun karakter pelajar. Untuk itu benahi lingkungan sekolah agar menjadi lingkungan yang positif bagi perkembangan karakter pelajar.
- Membangun karakter bangsa bukan hanya tugas generasi muda, untuk itu perlu kedisiplinan tinggi bagi seluruh komponen bangsa dengan upaya menyiapkan kondisi, sarana/prasarana, kegiatan, pendidikan, dan kurikulum yang mengarah kepada pembentukan watak dan budi pekerti generasi muda bangsa
DAFTAR PUSTAKA
- Membangun Karakter dan Kemandirian Bangsa. http://www.setneg.go.id (diakses tanggal 5 Juli 2011)
- Presiden : Pendidikan Harus Hasilkan Masyarakat yang Rasional. http://beritasore.com (diakses tanggal 5 Juli 20011)
- Membangun Karakter Bangsa Melalui Pembelajaran Kontekstual. http://agupenajateng.net (diakses tanggal 5 Juli 2011)
- Grand Design Pendidikan Karakter. http://pendikar.dikti.go.id (diakses tanggal 6 Juli 2011)
- Membangun Karakter Generasi Muda. http://www.beritaindonesia.co.id (diakses tanggal 6 Juli 2011)
- Kondisi Moral Bangsa Sangat Mengkhawatirkan. http://www.jpnn.com (diakses tanggal 6 Juli 2011)
- Peranan Pendidikan Nasional dalam Pembangunan Karakter Bangsa. www.kemdiknas.go.id (diakses tanggal 28 Juni 2011)